Lampu minyak akan habis, namun kita akan menyalakan lampu dengan darah sebab jika kita nyalakan dengan darah dia tidak akan mati

Sabtu, 24 September 2011

Hatiku di Persimpangan




Oleh Cece




D turun kian deras. Sesekali suara petir menyeruak memecah keheningan malam, suara nyanyian jangkrik tak lagi indah ku dengar, seakan suara itu bagaikan niluar hujanyanyiaan kematian.




Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari, akan tetapi , mataku masih belum bisa terpejam.




Air mata seakan tiada henti membasahi pipiku, dadaku kian sesak, ingin rasanya teriak, kenapa harus seperti ini.




“Adinda, ma’afkan kakak, kakak memang sangat mencintaimu, kakak sangat menyayangimu, akan tetapi, engkau telah dipinang oleh saudara seimanku, haram hukumnya untuk merebutmu dari tangannya” suara datar itu menggetarkan hatiku dari ujung telepon.




“ Omong kosong..! kakak bohong..!, kalau memang kakak sayang sama Dinda, kenapa kakak nggak berani minta aku ke ayah, minta ke ayah untuk membatalkan pernikahan itu dan bilang ke ayah kalau kakak yang akan menikahiku” kataku serak menahan rasa jengkel